BIOGRAFI SAHABAT NABI
MUHAMMAD SAW
SAAD BIN MUADZ (SANG PENOLONG AGAMA ALLAH)
ARSY PUN BERGETAR KARENA KEWAFATANNYA
Sahabat-sahabat
Rasulullah adalah manusia-manusia terbaik setelah para nabi. Mereka memberikan
teladan dalam mengimani, mengamalkan, dan mendakwahkan Islam. Abdullah bin
Mas’ud pernah menuturkan perihal sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan ucapan beliau yang terkenal :
Sesungguhnya
Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah hati yang paling baik, sehingga Allah memilihnya
untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah
melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para
sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan
mereka sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya.
Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi
Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.”
(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad).
Salah
satu sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patut kita
teladani dan kita ceritakan kisah hidupnya ke anak-anak kita adalah kisah
sahabat Saad bin Muadz radhillahu ‘anhu. Dialah seorang yang Rasulullah
bersabda ketika memakamkan jenazahnya, ““Sungguh, ‘Arasy Ar-Rahman bergetar
dengan berpulangnya Saad bin Muadz.”
Berikut
ini kisah singkat tentang Saad bin Muadz
Nasab
Saad bin Muadz
Di
antara tradisi Arab adalah sangat perhatian dengan nasab mereka, karena itu
tidak lengkap rasanya menceritakan salah seorang tokoh-tokoh Arab tanpa
mengenalkan nasab mereka.
Nasab
Saad bin Muadz adalah Saad bin Muadz bin Salman bin Imril Qois al-Anshari
al-Asyhali dan ibunya adalah Kabsyah bin Rafi’ bin Ubaidah bin Tsa’labah.
Adapun kun-yahnya adalah Abu Amr. Dari keterangan di atas, jelaslah bagi kita
bahwa Saad bin Muadz merupakan salah seorang sahabat anshar, yang berasal dari
Madinah.
Saad
adalah seorang pemuda yang berpostur tinggi-besar dan tampan, bahkan termasuk
salah seorang sahabat yang paling tinggi dan besar badannya. Kulitnya putih dan
janggutnya rapi.
Memeluk
Islam
Saad
merupakan tokoh dari Bani Asyhal dan ia memiliki pengaruh yang sangat besar
untuk kaumnya. Ia memeluk Islam 1 tahun sebelum kedatangan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ke Kota Yatsrib, Madinah an-Nabawiyah. Saat itu, Saad
berusia 31 tahun.
Cerita
keislaman Saad bermula ketika serombongan orang-orang Madinah datang menuju
Mekah di musim haji, mereka menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saat itulah Rasulullah membacakan Alquran kepada penduduk Yatsrib dan memberitahukan
bahwa beliau adalah utusan Allah. Mendengar penjelasan dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, mereka pun teringat dengan kabar yang disebutkan oleh
orang-orang ahli kitab bahwasanya akan diutus seorang rasul di tanah Arab
dengan ciri demikian dan demikian, rasul tersebut adalah penutup para nabi dan
rasul. Pendatang Yatsrib ini pun beriman dan membenarkan apa yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setibanya
di kampung mereka, di Yatsrib, Madinah al-Munawwarah, para sahabat nabi ini
mendakwahkan Islam kepada penduduk kampung mereka secara sembunyi-sembunyi.
Dakwah mereka pun kian diterima oleh penduduk. Dengan pertambahan penduduk yang
memeluk Islam, mereka meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk mengirim seorang sahabat senior, mendakwahkan Islam di kota
mereka. Rasulullah menanggapi permintaan sahabatnya tersebut dengan mengirim
Mush’ab bin Umair radhiallahu ‘anhu untuk mendakwahi penduduk Kota Yatsrib.
Dengan diutusnya Mush’ab bin Umair radhiallahu ‘anhu inilah cerita keislaman
Saad bin Muadz dimulai.
Datang
ke Madinah, Mush’ab menetap di Bani Ghanam di rumah As’ad bin Zurarah. Beliau
radhiallahu ‘anhu memulai mentarbiyah penduduk dengan ajaran Islam, membacakan
mereka Alquran, dan menyeru kepada tauhid. Kedatangan Mush’ab ini akhirnya
terdengar oleh seorang tokoh Yatsrib, Saad bin Muadz.
Saad
bin Muadz berkata kepada Usaid bin Hudhair temuilah dua orang laki-laki itu
(As’ad bin Zurarah dan Mush’ab bin Umair), mereka datang ke pemukiman kita
untuk membodohi orang-orang lemah dari kalangan kita, larang dan ancam mereka,
aku tidak mau melakukannya karena As’ad bin Zurarah adalah anak bibiku
(sepupuku), seandainya bukan karena hal itu, maka aku (sendiri yang akan
melakukannya dan) tidak menyuruh.
Segera
Usaid bin Hudhair mengambil tombaknya dan pergi menemui Mush’ab dan As’ad yang
saat itu sedang duduk di kebun. Ketika As’ad bin Zararah radhiallahu ‘anhu
melihat (kedatangan) Usaid bin Hudair maka ia berkata kepada Mush’ab bin Umair,
“Itu (Usaid bin Umair) adalah pemimpin kaumnya, berkata benarlah tentang Allah
kepadanya.”
Mush’ab
bin Umair menjawab, “Jika ia mau duduk mendengarkan, aku akan bicara
kepadanya”.
Maka
datanglah Usaid bin Hudair dan berdiri di hadapan keduanya dan mecaci-maki
keduanya, kemudian berkata, “Apa tujuan kalian datang kepada kami untuk
membodohi orang-orang lemah dari kami?!, jika kalian mempunyai suatu
kepentingan, sekarang pergilah kalian dari kami”.
Amarah
Usaid itu diladeni dengan tenang oleh Mush’ab, “Maukah engkau duduk dan mendengarkanku,
jika engkau menerima apa yang aku katakan maka tentunya engkau bisa
menerimanya, dan jika engkau membencinya maka hentikanlah”.
Usaid
menjawab, “Engkau benar”. Usaid pun menancapkan tombaknya dan duduk bersama
keduanya, maka Mush’ab radhiallahu ‘anhu berbicara kepadanya tentang Islam dan
ia membacakan kepadanya Alquran. Usaid pun sangat berkesan dengan pembawaan
Mush’ab bin Umair, ia mengatakan, “Demi Allah, sungguh kami telah mengetahui
kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam dalam kemuliaan dan
kemudahannya”. Kemudian ia berkata lagi, “Sungguh tidak ada yang lebih bagus
dari perkataan ini (Alquran), apa yang harus aku lakukan jika aku ingin masuk
agama ini?” tanyanya. maka mereka menjelaskan kepadanya: “Engkau harus mandi
mensucikan diri, mensucikan pakaianmu, kemudian bersyahadat dengan benar dan
melaksanakan shalat.” Usaid pun mandi, menyucikan pakaiannya, bersyahadat,
kemudian shalat dua rakaat.
Setelah
menunaikan hal itu Usaid mengatakan suatu perkataan yang menjelaskan bagaimana
kedudukan seorang Saad bin Muadz. Usaid berkata, “Sesungguhnya ada seseorang di
belakangku, jika dia mengikuti kalian berdua, niscaya tidak ada seorang pun
dari kaumnya kecuali akan ikut memeluk Islam. Aku akan bawa kalian kepadanya.”
Berangkatlah
Usaid bersama As’ad dan Mush’ab radhiallahu ‘anhum menuju Saad bin Muadz yang
tengah berkumpul bersama kaumnya. Melihat kedatangan Usaid, Saad berkata kepada
orang di sekelilingnya, “Aku bersumpah atas nama Allah, dia datang dengan wajah
yang berbeda saat dia berangkat meninggalkan kita.” Setelah Saad menanyakan
hasil pertemuannya dengan As’ad dan Mush’ab, Mush’ab pun memulai pembicaraan
dengan Saad.
Mush’ab
berkata, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku
sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah.
Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”. Saad menjawab, “Ya, yang
demikian itu lebih bijak”. Mush’ab pun menjelaskan kepada Saad apa itu Islam,
lalu membacakannya Alquran.
Saad
memiliki kesan yang sama dengan Usaid ketika menggambarkan perawakan Mush’ab
bin Umair radhiallahu ‘anhu. Kata Saad, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh
kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam,
tentang kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian Saad berkata, “Apa yang harus
kami perbuat jika kami hendak memeluk Islam?” “Mandilah, bersihkan pakaianmu,
ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Jawab Mush’ab.
Saad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab.
Setelah
itu, Saad berdiri dan berkata kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu Asyhal, apa yang
kalian ketahui tentang kedudukan di sisi kalian?” Mereka menjawab, “Engkau
adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus
tabiatnya”.
Lalu
Saad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu besarnya
wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi mereka, Saad
berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara
kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!”
Tidak
sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim, ia beriman saat
tiba Perang Uhud, belum pernah sujud namun ia syahid di jalan Allah dalam
perang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
tentang Ushairim, “Dia beramal sedikit, namun mendapat ganjaran yang sangat
banyak”.
Kedudukan
Saad bin Muadz
– Kesetiaan Saad Kepada Rasulullah
Dari
Muhammad bin Amr dan al-Laits dari kakeknya berkata, “Rasulullah berangkat
menuju Badar sampai tiba di suatu tempat Rasulullah berkhutbah di hadapan
sahabatnya, lalu bertanya, ‘Bagaimana pendapat kalian?’ Abu Bakar menjawab,
‘Wahai Rasulullah, telah sampai berita kepadaku bahwa mereka (Quraisy) demikian
dan demikian’. Kemudian Rasulullah kembali berkhutbah, lalu bertanya lagi,
‘Bagaimana pendapat kalian?’ Umar menjawab sebagaimana jawaban Abu Bakar.
Kemudian beliau berkhutbah dan kembali bertanya, ‘Bagaimana pendapat kalian?’
Saad bin Muadz menjawab, ‘Wahai Rasulullah, jawaban kamikah (Anshar) yang Anda
inginkan? Demi Dzat yang telah memuliakan Anda dan menurunkan kitab kepada
Anda, jika Anda menempuh suatu tempat yang kami belum mengetahuinya hingga Anda
menuju Barku al-Ghumad di arah Yaman, pasti kami akan menempuhnya bersamamu.
Kami tidak akan menjadi sebagian dari orang-orang Bani Israil yang berkata
kepada Musa,
“Pergilah engkau bersama Rabmu, berperanglah,
sesungguhnya kami di sini duduk-duduk saja.” (QS. Al-Maidah: 24)
Kami
akan mengatakan pergilah Anda bersama Rab Anda, dan berperanglah, sesungguhnya
kami mengikuti.
– Saad Dijamin Masuk Surga
Saad
bin Muadz adalah di antara sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang beliau kabarkan menjadi penghuni surga. Hal itu tersirat dalam sabda
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau diberi sebuah jubah
dari sutra yang halus, beliau menolaknya dengan berkata,
“Demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, sungguh sapu tangan Saad bin Muadz di surga, lebih baik dari ini.”
Wafatnya
Dalam
peristiwa Perang Khandaq atau Perang Ahzab, Kota Madinah dikepung oleh
sekutu-sekutu kafir Quraisy. Saad bin Muadz pun turut serta dalam perang yang
sangat sulit ini. Dalam perang itu, urat nadi Saad disambar oleh sebuah anak
panah, darah pun deras mengalir dari tangannya. Ia dirawat secara darurat untuk
menghentikan keluamya darah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan agar Saad dibawa ke masjid, dan didirikan kemah untuknya agar ia
berada di dekat beliau selama perawatan.
Dalam
keadaan demikian Saad berdoa kepada Allah, “Ya Allah, jika dari peperangan
dengan Quuaisy ini masih Engkau sisakan, maka panjangkanlah umurku untuk
menghadapinya, karena tak ada golongan yang kuinginkan untuk dihadapi lebih
daripada kaum yang telah menganiaya Rasul-Mu, mendustakannya, dan
mengusirnya. Dan seandainya Engkau telah mengakhiri perang antara kami dengan
mereka, jadikanlah kiranya musibah yang telah menimpaku ini sebagai jalan untuk
menemui syahid”.
Kian
hari luka yang diderita Saad pun semakin parah. Di saat-saat terakhir kehidupan
Saad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjunginya, lalu
beliau meletakkan kepala Saad di pangkuan beliau sambil bersabda, “Ya Allah,
Saad telah berjihad di jalan-Mu, membenarkan Rasul-Mu, dan telah memenuhi
kewajibannya. Maka terimalah ruhnya dengan sebaik-baiknya cara Engkau menerima
ruh”.
Doa
yang dipanjatkan Nabi pun mendatangkan kesejukan kepada ruh Saad yang hendak
pergi. Saat itu Saad mencoba dengan susah payah mengangkat kelopak matanya dan
mengarahkan pandangannya ke wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang sangat ia cintai, kiranya inilah perjumpaan terakhirnya dengan beliau di
dunia ini. Saad mengatakan, “Salam atasmu wahai Rasulullah, ketahuilah bahwa
aku beriman bahwa Anda adalah utusan Allah”.
Rasulullah
menjawab, “Kebahagiaan atasmu wahai Abu Amr”.
Saad
bin Muadz radhiallahu ‘anhu pun menghebuskan nafas terakhirnya, ia wafat
di pangkuan manusia yang paling ia cintai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ia wafat pada tahun 5 H, ketika itu usia beliau 37 tahun, dan
dimakamkan di pemakaman Baqi di Madinah.
Abu
Sa’id al-Khudri berkata, “Aku adalah salah seorang yang menggali makam untuk Saad,
dan setiap kami menggali satu lapisan tanah, tercium oleh kami wangi kesturi”.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Arsy Allah Ar-Rahman bergetar karena wafatnya
Saad bin Muadz.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah
Saad bin Muadz, tokoh sahabat Anshar memeluk Islam saat beliau berusia 31 tahun
dan wafat saat berusia 37 tahun. Dalam 6 tahun masa keislamannya, wafatnya
membuat Arsy Allah Ta’ala bergetar. Semoga Allah meridhai Saad bin
Muadz.
Sumber:
islamstory.com
Oleh Nurfitri Hadi
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar